OPINI
URGENSITAS REVITALISASI PAMSWAKARSA DAN KOMCAD

URGENSITAS REVITALISASI PAMSWAKARSA DAN KOMCAD

Dalam beberapa waktu terakhir, publik Indonesia dikejutkan mengenai kabar tentang pembentukan kembali Komponen Cadangan (Komcad) maupun Pam Swakarsa yang masing-masing diusung oleh TNI dan POLRI. Dalam sejarahnya, kedua satuan ini memiliki ceritanya tersendiri dan beberapa diantaranya memberikan ingatan yang kelam bagi masyarakat Indonesia sendiri. Salah satunya ialah Pam Swakarsa yang merupakan singkatan dari Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa yang dibentuk oleh TNI tahun 1998 untuk mendukung Sidang Istimewa MPR tahun 1998.

Pada mulanya, sidang MPR ini dijalankan pada era kepemimpinan Presiden B.J. Habibie dengan MPR mengajukan gagasan untuk mempercepat pemilu pada tahun 1999 dan gagasan tersebut diejwantahkan melalui Sidang Istimewa MPR yang berlangsung tanggal 10-13 November 1998. Berlangsungnya sidang ini dijaga ketat oleh aparat keamanan dan sebagian besar berasal dari satuan Pam Swakarsa yang merupakan organisasi paramiliter saat itu. Sidang ini menemui penolakan dari aktivis 98 karena sidang ini merupakan “kepanjangan tangan” dari Orde Baru dan meminta militer untuk keluar dari politik, namun pergolakan ini memicu bentrokan antara mahasiswa dengan Pam Swakarsa yang menimbulkan korban jiwa. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Tragedi Semanggi dan Pam Swakarsa kemudian dinonaktifkan atas pelanggaran HAM (Honna, 2005) (Wibowo, 2021).

Beberapa tahun kemudian, Mantan Kapolri Idham Azis mengisukan kembali pembentukan Pam Swakarsa sebagai satuan pengamanan masyarakat melalui Peraturan Kapolri No 4 Tahun 2020, dimana Pam Swakarsa ini mengarah pada integrasi satpam kedalam standar kepolisian. Hal tersebut juga didukung oleh Listyo Sigit saat sidang fit and proper test di depan Komisi III DPR dengan penguatan Pam Swakarsa di bidang teknologi, sehingga Pam Swakarsa diharapkan akan memberikan ketertiban dan keamanan masyarakat secara utuh (Haryanto, 2021). Namun kemudian, wacana ini mendapat pertentangan oleh masyarakat sipil karena pengaktifan satuan ini akan mengulangi pelanggaran HAM seperti halnya Tragedi Semanggi. YLBHI dan KontraS mengingatkan bahwa Pam Swakarsa dapat saja menyalahgunakan wewenang untuk menekan kebebasan sipil dan ketiadaan standar baku dapat memberikan diskresi yang besar untuk mengeksekusi warga tak bersalah sehingga potensi kekerasan yang ditimbulkan oleh Pam Swakarsa dapat berakibat fatal bagi konsolidasi demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia (Budiman, 2021).

Selanjutnya ialah pembentukan Komcad yang dibentuk untuk memperkuat sistem pertahanan Indonesia yang mengundang respon dari berbagai kalangan. Komando ini telah diterapkan oleh militer AS maupun negara sebagai penguatan angkatan bersenjata dalam mempertahankan kedaulatan negara, dan Indonesia melalui Kementerian Pertahanan mewacanakan untuk menghidupkan satuan tersebut demi penguatan pertahanan nasional. Hal tersebut diutarakan oleh Dahnil Anzar selaku juru bicara Menteri Pertahanan yang menyatakan bahwa komponen cadangan telah disesuaikan dengan modernisasi alutsista TNI dikarenakan mereka akan berperan besar dalam pengawakan maupun penguatan sistem senjata TNI. Selain itu, Jokowi telah mengesahkan Peraturan Pemerintah No 3 Tahun 2021 mengenai UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara dimana komponen ini diharapkan dapat meningkatkan rasa nasionalisme bagi generasi muda serta membangun pembangunan pertahanan negara di masa depan (Yahya, 2021).

Namun demikian, wacana ini menimbulkan kritik dikarenakan beberapa dampak yang mungkin ditimbulkan dari komponen tersebut. Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik langkah tersebut dikarenakan keputusan pemerintah tidak sesuai dengan upaya peningkatan profesionalisme TNI dan langkah tersebut akan mengganggu upaya pemerintah dalam peningkatan kekuatan pertahanan negara. Selain itu, Direktur Imparsial Guforn mengkritik pembentukan Komcad ini seolah mengambil langkah “militeristik” dikarenakan masyarakat sipil turut dilibatkan dalam unsur militer dan hal tersebut dapat melemahkan hubungan sipil-militer sehingga militerisasi ini kemungkinan besar membawa masalah baru, seperti pelanggaran hak sipil, eksesivitas kekuatan, dan lain sebagainya (Irawan, 2021) (Setiawan, 2021) .

Kedua wacana diatas termasuk salah satu dinamika yang mengagetkan publik dan sekaligus menjadi tantangan bagi konsolidasi demokrasi di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa TNI dan POLRI termasuk institusi yang berpengaruh besar terhadap politik nasional dan hubungan sipil-militer di Indonesia selalu bersifat fluktuatif sepanjang sejarah negeri ini. Orde Baru telah menjadi saksi dari intervensi militer dalam tubuh politik dan hal ini membentuk sistem politik pada era tersebut. Selain itu, Soeharto sebagai presiden sekaligus panglima militer menempatkan ABRI sebagai penjaga stabilitas pemerintahan dan ABRI diberikan wewenang dalam menggunakan segala cara untuk membungkam kelompok penentang rezim, sehingga taktik ini berdampak pada pelanggaran HAM hingga menyebabkan korban jiwa (Rabasa, 2002).

Rezim ini menemui krisisnya pada tahun 1998 saat krisis moneter Asia 1997 melemahkan perekonomian nasional dan kemudian berevolusi menjadi krisis multidimensional oleh karena tekanan rezim, KKN, dan lain sebagainya. Atas dasar itulah, gerakan Reformasi muncul dengan demonstrasi mahasiswa di seluurh Indonesia dan mereka menuntut perubahan sistem politik Indonesia menjadi demokratis. Reformasi pada perkembangannya tidak berjalan mulus dikarenakan terjadinya bentrok antara mahasiswa dengan aparat dan pelanggaran HAM beserta pertumpahan darah menjadi konsekuensi dari bentrokan tersebut. Kendati demikian, krisis dalam negeri memaksa Soeharto untuk mengundurkan diri dan demikianlha transisi demokrasi dimulai di Indonesia. Salah satu agenda dalam transisi ini adalah perbaikan hubungan sipil-militer yang mana pembubaran Dwifungsi ABRI beserta pemisahan POLRI dari TNI menjadi agenda utama yang mendesak untuk dilakukan (Honna, 2005).

Dwifungsi ABRI telah berperan sebagai legitimasi untuk keterlibatan militer dalam politik dan hal tersebut menjadi persaingan bagi kelompok sipil untuk mendapatkan dukungan militer dikarenakan militer memiliki daya tawar yang tinggi dalam pemerintahan. Selain itu, intervensi militer turut menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM karena seringnya militer menggunakan kekuatan koersif untuk meredam perlawanan – seperti halnya Petrus dan lain sebagainya – sehingga demokrasi sulit berkembang apabila militer turut intervensi dalam urusan politik dan hukum. Selepas Soeharto mundur, ABRI telah melakukan reformasi dengan meninggalkan perannya sebagai aktor politik dan penerapan Undang-Undang No 34 Tahun 2004 menjadi finalisasi dari penghapusan Dwifungsi ABRI untuk menjamin demokratisasi dan reformasi sektor keamanan (Basuki, 2014).

Selanjutnya adalah pemisahan TNI dan POLRI yang ditujukan untuk mendiferensiasikan tugas masing-masing aparat keamanan serta memperkuat perlindungan HAM. POLRI sejatinya berperan dalam menjaga keamanan masyarakat Indonesia, namun pada era Orde Baru POLRI digabung kedalam tubuh ABRI untuk stabilitas nasional. Integrasi tersebut berimplikasi negatif pada kehidupan masyarakat dikarenakan penggunaan kekuatan eksesif menempati posisi dominan dalam penegakan hukum dan banyak korban jiwa yang ditimbulkan dari tindakan ini. Alhasil, wacana pemisahan POLRI dari ABRI menguat untuk perbaikan sektor keamanan dan gerakan Reformasi termasuk momentum yang tepat dalam memulai agenda ini. Melalui berbagai desakan dari elemen sipil, pemerintahan pasca Orde Baru mulai menetapkan peraturan mengenai pemisahan POLRI dari ABRI yang termaktub dalam Tap MPR No VI tahun 2000 (Aulia Aini, 2019) (Chryshna, 2021).

Ketetapan MPR ini mengatur tentang pemisahan POLRI dari TNI dan menjadi awal dari reformasi sektor kepolisian dalam proses transisi demokrasi. Peraturan yang kemudian dilanjutkan dengan Tap MPR No VII tahun 2000 berimplikasi positif pada penguatan fungsi POLRI sebagai pendukung demokratisasi beserta penegakan hukum yang adil dan komprehensif (Tribunnews, 2018). Dua puluh satu tahun kemudian – terutama pada era kepemimpinan Jokowi – terdapat beberapa dinamika yang mewarnai relasi aparat keamanan dengan pemerintahan. Salah satunya ialah penempatan perwira polisi (baik aktif maupun purnawirawan) beserta TNI di posisi-posisi strategis dalam pemerintahan yang memicu respons negatif dari pihak masyarakat sipil dikarenakan hal ini tidak mencerminkan komitmen Jokowi dalam mengemban amanat Reformasi sepenuhnya.

Sebagaimana posisi Jokowi sendiri yang tidak lebih powerful daripada seniornya, penempatan petinggi TNI/POLRI menjadi taktik untuk keseimbangan kekuatan dengan koalisi pendukungnya dan beberapa diantaranya ditujukan untuk pendisiplinan tata kelola. Penempatan Irjen Carlo dalam Kementerian BUMN termasuk salah satu dari 30 perwira aktif POLRI yang ditempatkan dalam jabatan diluar institusi kepolisian, namun penempatan ini dikritik oleh masyarakat dikarenakan penempatan ini berindikasi melemahnya supremasi sipil dalam pemerintahan (Irfani, 2020). Selain itu, penempatan ini ditengarai dapat memicu penggunaan instrumen kedisiplinan yang tinggi dalam tata kelola pemerintahan sehingga konflik kepentingan bisa terjadi dan netralitas aparat kembali dipertanyakan dalam urusan sosial-politik (Halim, 2020).

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwasannya penguatan TNI/POLRI sebaiknya memperhatikan kaidah-kaidah terstruktur mengenai reformasi sistem keamanan dan sebaiknya pemerintah tetap menjunjung tinggi amanat Reformasi untuk menjamin pelaksanaan demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia secara komprehensif.

REFERENSI

Aulia Aini, e. a. (2019). Dinamika Integrasi dan Pemisah POLRI dari ABRI Tahun 1961-2002. Journal of Indonesian History, Vol. 8, No. 2, 105-112.

Basuki, A. Y. (2014). Reformasi TNI: Pola, Profesionalitas, dan Refungsionalisasi Militer dalam Masyarakat. Jurnal Sosiologi MASYARAKAT, Vol. 19, No. 2, 135-166.

Budiman, A. (2021, Januari 21). KontraS Kritik Rencana Listyo Sigit Aktifkan Pam Swakarsa. Retrieved from TEMPO.CO: https://nasional.tempo.co/read/1425291/kontras-kritik-rencana-listyo-sigit-aktifkan-pam-swakarsa

Chryshna, M. (2021, Januari 27). Dokumen Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan TNI dan Polri. Retrieved from KOMPASPEDIA: https://kompaspedia.kompas.id/baca/data/dokumen/tap-mpr-nomor-vi-mpr-2000-tentang-pemisahan-tni-dan-polri

Halim, D. (2020, Juli 01). HUT Ke-74 Bhayangkara, Kontras Soroti Penempatan Polisi di Jabatan Sipil. Retrieved from KOMPAS.com: https://nasional.kompas.com/read/2020/07/01/08124971/hut-ke-74-bhayangkara-kontras-soroti-penempatan-polisi-di-jabatan-sipil?page=all

Haryanto, A. (2021, Januari 22). Apa Itu Pam Swakarsa yang Digagas Calon Kapolri Baru Listyo Sigit? Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/apa-itu-pam-swakarsa-yang-digagas-calon-kapolri-baru-listyo-sigit-f9v4

Honna, J. (2005). Eroding dwifungsi: Power politics and democratic movement in the late New Order regime. In J. Honna, Military Politics and Democratization in Indonesia (pp. 45-50). London: Routledge.

Irawan, G. (2021, Januari 25). Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Langkah Pemerintah Bentuk Komponen Cadangan . Retrieved from Tribunnews.com: https://www.tribunnews.com/nasional/2021/01/25/koalisi-masyarakat-sipil-kritik-langkah-pemerintah-bentuk-komponen-cadangan

Irfani, R. (2020, Juli 01). 30 Perwira Polisi Disebut Jadi Komisaris BUMN hingga Pejabat. Retrieved from TEMPO.CO: https://nasional.tempo.co/read/1359771/30-perwira-polisi-disebut-jadi-komisaris-bumn-hingga-pejabat

Rabasa, A. &. (2002). THE CHANGING POLITICAL ROLE OF THE MILITARY. In A. &. Rabasa, The Military and Democracy in Indonesia: Challenge, Politics, and Power (pp. 35-38). Santa Monica: RAND Corporation.

Setiawan, R. (2021, Februari 8). Bela Negara Tak Harus Militerisasi Lewat Komcad, Pak Jokowi. Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/bela-negara-tak-harus-militerisasi-lewat-komcad-pak-jokowi-f93A

Tribunnews. (2018, Oktober 1). Mengenang Awal Terjadinya Pemisahan Polri dan TNI dengan Berakhirnya Era Dwifungsi ABRI. Retrieved from WARTAKOTAlive: https://wartakota.tribunnews.com/2018/10/01/mengenang-awal-terjadinya-pemisahan-polri-dan-tni-dengan-berakhirnya-era-dwifungsi-abri

Wibowo, E. (2021, Januari 22). Bakal Dihidupkan Lagi oleh Listyo Sigit, Begini Sejarah Pam Swakarsa. Retrieved from TEMPO.CO: https://nasional.tempo.co/read/1425546/bakal-dihidupkan-lagi-oleh-listyo-sigit-begini-sejarah-pam-swakarsa

Yahya, A. (2021, Februari 04). Kemenhan: Pembentukan Komcad Sejalan dengan Modernisasi Alutsista TNI. Retrieved from KOMPAS.com: https://nasional.kompas.com/read/2021/02/04/16174101/kemenhan-pembentukan-komcad-sejalan-dengan-modernisasi-alutsista-tni

Sumber Gambar : Shutter Stock

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *